watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
Guru Praktek

Waktu itu aku masih kelas dua, di salah
satu SMA Negeri di Bandung. Aku
termasuk salah satu siswa dengan
segudang kegiatan. Dari mulai aktif di
OSIS, musik, olah raga, sampai aktif
dalam hal berganti-ganti pacar.
Tapi satu hal yang belum pernah
kulakukan saat itu hubungan kelamin
Sering kali aku berkhayal sedang
berhubungan badan dengan salah satu
wanita yang pernah menjadi pacarku.
Tapi aku tidak punya keberanian untuk
meminta, mengajak ataupun melakukan
itu. Mungkin karena cerita sahabatku
yang terpaksa menikah karena telah
menghamili pacarnya dan sekarang
hidupnya hancur lebur. Itu mungkin
yang bikin kutakut, setengah mati. Tapi
aku menyukai rasa takut itu, bukankah
rasa takut itu yang bisa menjauhkan aku
dari perbuatan dosa.
Suatu saat, datang gerombolan guru
praktek dari IKIP Bandung yang akan
menggantikan guru kami untuk
beberapa minggu. Salah satu dari guru
praktek itu bernama Lisa. Dia begitu
cantik, ah bukan... bukan cantik... tapi dia
sempurna. Peduli setan dengan
matematika yang diajarkannya, aku
hanya ingin menikmati wajahnya,
memeluk tubuhnya yang tinggi
semampai, mengecup bibirnya, dan...
aku pun berkhayal sangat jauh, tapi
semua itu tidak mungkin. Dengan
pacarku yang seumur denganku saja,
aku tidak berani, apalagi dengan Lisa.
Singkat cerita, aku melaju dengan
motorku. Hari sudah sore aku harus
cepat sampai di rumah. Dalam
perjalanan kulihat Ibu Lisa. Aku
memberanikan diri menghampirinya.
Setelah sedikit berbasa-basi dia bercerita
bahwa dirinya baru saja pindah kost dan
tempat kost yang sekarang letaknya
tepat di tengah-tengah antara sekolahku
dengan rumahnya. Sehingga setiap sore
aku mengantarkannya ke tempat kost-
nya. Kejadian itu berlangsung setiap hari
selama satu minggu lebih. Kami berdua
mulai akrab, bahkan nantinya terlalu
akrab.
Seperti biasanya, aku mengantarkan Ibu
Lisa pulang ke kost-nya. Anehnya saat
itu, dia tidak ingin langsung pulang tapi
mengajakku jalan-jalan di pertokoan di
daerah Alun-Alun Bandung. Setelah puas
kami pun pulang menuju ke kost Ibu
Lisa. Dan ketika kupamit Ibu Lisa
memegang tanganku dan...
"Jangan dulu pulang, dong!" Ibu Lisa
menahanku, tapi memang inilah yang
selama ini kuharapkan.
"Udah malam Bu, takut entar dimarahi..."
Perkataanku terhenti melihat dia
menempelkan jari telunjuknya ke
bibirnya yang kecil.
"Jangan panggil aku Ibu Lisa, coba tebak
berapa umurku?" ternyata umurnya
terpaut lima tahun dengan umurku yang
saat itu 17 tahun.
"Panggil aku Lisa." Aku hanya
menganggukkan kepalaku.
"Sini yuk, aku punya baju baru yang
akan aku pamerkan kepadamu."
Ditariknya tanganku menuju kamarnya,
jantungku mulai berdetak kencang.
Sesampainya di kamar, dia menyuruhku
duduk di depan televisi yang
memperlihatkan pahlawan
kesayanganku, McGyver. Lisa kemudian
menghampiri lemari pakaian di samping
televisi.
"Aku punya tiga buah baju baru, coba
kamu nilai mana yang paling bagus."
Kujawab dengan singkat, "OK!" lalu
kembali aku menonton McGyver
kesayanganku. Walaupun mataku tertuju
ke pesawat televisi, tapi aku dapat
melihat dengan jelas betapa dia dengan
santainya membuka baju seragam
kuliahnya, jantungku berdebar keras.
Lisa hanya menyisakan BH berwarna
hitam dan celana dalam hitam. Dia
melakukan gerakan seolah sedang
mencari pakaian di tumpukan bajunya
yang tersusun rapih di dalam lemari.
"Aku tidak bisa menemukan baju
baruku, kemana ya?" Aku hanya terdiam
pura-pura menonton TV, tapi pikiranku
tertuju kepada belahan pantat yang
hanya tertutup kain tipis. Sesekali dia
membalikkan tubuhnya sehingga aku
bisa melihat dua buah benda yang
menggunung di balik BH-nya. Akhirnya
dia mengenakan gaun tidur berwarna
pink yang sangat tipis, Lalu dia
menghampiriku, dan kami berdua duduk
berhadapan.
"Kamu kenapa, kok pucat", aku terdiam.
"Kamu takut ya?" Aku tetap terdiam.
"Aku tau kamu suka aku." Aku terdiam.
"Hey, ngomong dong." Aku tetap
terdiam.
Dalam kediamanku selama itu aku
menyimpan sesuatu di dadaku yang
berdetak sangat kencang dan keras
serasa ingin meledak ketika dia
menempelkan bibir mungilnya ke
bibirku. Dia melumat bibirku, sedikit buas
tapi mesra. Aku mulai memberanikan
diri untuk membalasnya. Kugerakkan
bibirku dan kulumat kembali bibirnya.
Tak lama kemudian, telapak tangan lisa
yang hangat meraih pergelangan
tanganku. Dibawanya tanganku ke arah
buah dadanya. Jantungku saat itu sangat
tidak karuan. Kuremas buah dadanya
yang tidak terlalu besar tapi tidak juga
terlalu kecil, tapi aku dapat merasakan
betapa kencangnya kedua gunung surga
itu. Lidah kami pun mulai bermain.
Tiba-tiba dia mendorongku, terus
mendorongku sehingga aku telentang di
atas karpet kamarnya. Aku hanya
menurut dan tak bergerak. Lisa
membuka baju tidurnya yang tipis. Kali
ini dia tidak berhenti ketika hanya BH dan
CD-nya saja yang melekat di tubuhnya,
tapi BH-nya kemudian terjatuh ke karpet.
Belum sempat aku bergerak, Lisa
menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku,
buah dadanya yang sangat keras
menindih dadaku.
"Kamu suka, ya?" aku mengangguk. Aku
tak kuasa menahan diri, ketika aku
mengangkat kepalaku untuk melumat
bibirnya kembali, dia menahan kepalaku,
aku heran. "Ke.. ke... kenapa Lis?" kataku
terbata-bata. Dia hanya tersenyum, lalu
dengan santainya dia memanjat turun
tubuhku. Aku hanya terdiam, aku tidak
berani bergerak. Aku bagaikan seorang
prajurit yang hanya bergerak
berdasarkan komando dari Lisa. Dia
mulai membelai pahaku dan sedikit
mempermainkan selangkanganku.
Sesekali dia menciumi celana seragam
abu-abuku tepat pada bagian batang
kejantananku. Aku memejamkan mata,
aku pasrah, "Aku... aku... ah...!"
Aku membiarkannya, ketika Lisa mulai
membuka celana seragamku, mulai dari
ikat pinggangku dan berlanjut dengan
menyingkapkan CD-ku. Dia meraih
batang kemaluanku dengan mesranya.
"Ah... crot... crot... crot...!" Aku tak kuasa
menahan diriku ketika bibirnya yang
mungil menyentuh kepala kemaluanku.
Aku malu, malu setengah mati.
"Tenang, itu biasa kok."
Senyumnya membuat rasa maluku
hilang, senyum dari wajah sang bidadari
itu membuat keberanianku muncul, "Ya
aku berani, aku nekat!"
Aku menarik kepalanya dan
membalikkan tubuhku, sehingga aku
berada tepat di atasnya. Dia sedikit kaget,
tapi hal itu membuat aku suka dan makin
berani. Aku beranjak ke bawah, kubuka
CD-nya. Saat itu yang ada dipikiranku
hanya satu, aku harus mencontoh film-
film biru yang pernah kutonton.
"Kamu mulai nakal, ya."
"Ibu guru tidak suka."
Aku tak memperdulikan candanya.
Kuturunkan CD-nya perlahan, kulihat
sekilas rumput kecil yang menutupi celah
surganya. Seketika kucumbu dan
kumainkan lidahku di celah surga itu.
Tangan kananku terus menarik CD-nya
sampai ke ujung kakinya dan kulempar
entah jatuh di mana. Aku menghentikan
sejenak permainan lidahku, kuangkat
pinggul yang indah itu dan kugendong
dia menuju ke tempat tidur yang terletak
tepat di belakang kami berdua.
Kuletakkan tubuh semampai dengan
tinggi 173cm itu tepat di pinggir tempat
tidur. Aku kemudian berjongkok, dan
kembali memainkan lidahku di sekitar
celah surganya, bahkan aku berhasil
menemukan batu kecil di antara celah itu
yang setiap kutempelkan lidahku dia
selalu mengerang, mendesah, bahkan
berteriak kecil.
Tangan kiriku ikut bermain bersama
lidahku, dan tangan kananku
membersihkan sisa air mani yang baru
saja keluar. Wow... batang kejantananku
sudah keras lagi. Ketika aku sedang asyik
bermain di celah surganya, dia menarik
kepalaku. "Buka celana kamu,
semuanya...!" Aku menurut dan kembali
menindih tubuhnya. Setelah kepala kami
berdekatan dia mencium bibirku sekali
dan kemudian dia tersenyum, hanya
saat itu matanya sudah sayu, tidak lagi
bulat penuh dengan cahaya yang sangat
menyilaukan.
Dia mengangkat kepalanya disertai
tangan kananya meraih batangku dan
mengarahkannya ke lubang
kemaluannya. Tapi ketika batangku
menyentuh bibir lubang kemaluannya,
"Crot... cret... creeett...!" Kembali aku
meraih puncakku, dia pun tersenyum.
Hanya saat itu aku tidak lagi malu, yang
ada dipikiranku hanyalah aku ingin bisa
memuaskannya sebelum orgasmeku
yang ketiga. Aku heran setelah orgasme
yang pertama ini batang kejantananku
tidak lagi lemas, kubiarkan Lisa
mengocok-ngocok batanganku, dengan
hanya melihat garis wajah milik sang
bidadari di depanku dan juga membelai
rambutnya yang hitam legam, aku
kembali bernafsu.
"Pelan-pelan aja tidak usah takut." Dia
berbisik dan tersenyum padaku. Tak
karuan perasaanku saat itu, apalagi ketika
kepala kemaluanku dioles-oleskannya ke
bibir kemaluannya. Tangannya yang
kecil mungil itu akhirnya menarik batang
kemaluanku dan membimbingnya untuk
memasuki lubang kewanitaannya.
"Bles... sss... sek!" Batangku sudah
seratus persen tertanam di lubang
surganya. Rasa percaya diriku semakin
meningkat ketika aku menyadari bahwa
aku tidak lagi mengalami orgasme. Aku
mulai menarik pinggulku sehingga
kemaluanku tertarik keluar dan
membenamkannya lagi, terus menerus
berulang. Keluar, masuk, keluar, masuk,
keluar, masuk begitu seterusnya.
"Oh Dig...!" Dia mulai memanggil nama
akrabku, aku dipanggil Jedig oleh
sahabat-sahabatku. Selama ini Lisa hanya
memanggil nama asliku seperti yang
tertera di dalam absen kelasku. "Dig,
terus... kamu mulai pintar..." Aku tak
peduli, aku terus bergerak naik turun.
Aku merasakan batang kemaluanku
yang basah oleh cairan dari lubang surga
milik Lisa. Naik dan turun hanya itu yang
kulakukan. Sesekali aku mencium
bibirnya, sesekali tanganku
mempermainkan bibir dan buah
dadanya.
"Ah... ah... ah, ah... oh!" Nafasnya
memburu.
"Ah Dig... ah... ah... ooowww!" Dia
berteriak kecil, matanya sedikit melotot
dan kemudian dia kembali tersenyum.
Aku terdiam sejenak, aku heran kenapa
dia melakukan itu. Yang kuingat, saat itu
batang kemaluanku serasa disiram oleh
cairan hangat ketika masih ada di dalam
lubang kemaluannya. "Ntar dulu ya Jedig
Sayang." Dia mengangkat tubuhnya
sehingga kemaluanku terlepas, aku
menahan tubuhnya. Aku tak ingin
kemaluanku terlepas aku masih ingin
terus bermain. "Eit... sabar dong, kita
belum selesai kok." Kulihat dirinya
memutar tubuhnya kemudian nungging
di depan mataku. Aku sangat mengerti
apa yang harus kulakukan, ya... seperti
di film-film itu.
Aku mendekatinya dengan batang
kemaluanku yang sudah siap
menghunus lubang kemaluannya. Aku
mencoba memasukannya, tapi aku
mengalami kesulitan. Satu, dua, ya dua
kali aku gagal memasukan batangku.
Akhirnya dia menggunakan tangan
mungilnya untuk membimbing
batangku. "Blesss..." Batangku masuk
dengan perlahan. Berbeda dengan tadi,
sekarang aku tidak lagi naik turun tetapi
maju mundur. Kami berdua mendesah.
Nafas kami saling memburu. Terus dan
terus lagi. "Ah... oh... uh... terus Dig...,
ah... oooww!" Kembali dia berteriak kecil,
saat ini aku mengerti, setiap kali dia
berteriak pasti kemudian dia merubah
posisinya. Benar saja posisi kami kembali
seperti posisi awal. Dia telentang di
bawah dan aku menindihnya di atas.
Aku tidak lagi memerlukan tangan
mungilnya untuk membimbingku. Aku
sudah bisa memasukan batang
kemaluanku sendiri tepat menuju lubang
surga yang sesekali beraroma harum
bunga itu.
Kembali aku melakukan naik dan turun.
Kali ini aku menjadi siswa yang benar-
benar aktif, tidak hanya di sekolah tapi di
ranjang. Kuangkat kaki kanannya, kujilati
betisnya yang tanpa cacat itu sambil
terus menggerakan pinggulku.
Beberapa saat kemudian, aku merasakan
darahku mengalir dengan keras, ada
sesuatu di dalam tubuhku yang siap
untuk meledak. Gerakanku semakin
kencang, cepat, dan tidak teratur.
"Terus Dig, lebih cepat lagi... terus lebih
cepat lagi Dig, terus."
Gerakanku semakin cepat. Kami berdua
sudah seperti kuda liar yang saling kejar-
mengejar sehingga terdengar suara
nafas yang keras dan saling sambut
menyambut.
"Terus Dig, terus... ah... uh... oh...!"
"Oban sayang... ah... dig... dig... dig...
aaoowww!"
Saat ini teriakannya sangat keras dan
kulihat matanya sedikit melotot dan
giginya terkatup dengan sangat keras.
Kemudian dia terjatuh.
"Dig cepetan ya sayang...!"
"Aku capek."
Aku tak bisa berhenti menggerakan
tubuhku, sepertinya ada suatu kekuatan
yang mendorong dan menarik
pinggulku.
"Ah... oh... Ufff... aaah...!"
"Crot... cret... cret...!"
Muncratlah air kenikmatan itu dari
tubuhku. Aku terjatuh di sampingnya,
aku puas! Dia tersenyum padaku dan
memelukku, dia menaruh kepalanya di
dadaku. Setelah mengecup bibirku kami
berdua pun tertidur pulas.
Beberapa bulan setelah percintaanku
dengan Ibu Lisa... Perpisahaan pun
dimulai, setelah aku memainkan
beberapa lagu di panggung perpisahaan
untuk menandakan berakhirnya masa
kerja praktek mahasiswa-mahasiswa
IKIP di sekolahku. Kulihat mereka menaiki
bus bertuliskan IKIP di pinggirnya. Aku
mencari Lisa, bidadari yang merenggut
keperjakaanku.
"Lisa... hey...!" Lisa menengok dan
matanya melotot.
"Ups... Ibu Lisa!" Aku lupa, dia kan
guruku.
"Sampai ketemu lagi ya, jangan lupa
belajar!" sambil menaiki tangga bus dia
menyerahkan surat padaku. Aku
langsung membaca dan tak mengerti
apa maksud dari tulisan itu.
Akhirnya bus itu pergi dan saat itulah
saat terakhir aku melihatnya. Aku tak
akan pernah lupa walaupun hanya sekali
aku melakukannya dengan Lisa. Tapi itu
sangat berbekas. Aku selalu
merindukannya. Bahkan aku selalu
berkhayal aku ada di dekat dia setiap aku
dekat dengan perempuan. Sekarang
ketika aku sudah duduk di bangku kuliah
aku baru mengerti apa arti dari surat
Lisa.


Adult | GO HOME | Exit
1/1731
U-ON

inc Powered by Xtgem.com